Perkembangan Bank Islam



PERKEMBANGAN  BANK ISLAM
Perbankan Islam sekarang ini telah dikenal secara Iuas di belahan dunia muslim dan Barat. Perbankan Islam merupakan bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha memberi pelayanan kepada nasabah dengan bebas bunga (interest). Para perintis perbankan Islam berargumentasi bahwa bunga (interest) termasuk riba, dan jelas-jelas dilarang dalam hukum Islam. Dengan menginterpretasikan bunga (interest) sebagai riba, para teoritisi perbankan Islam mengikuti pemahaman klasik yang men gatakan bahwa setiap keuntungan yang diperoleh para pemberi pinjaman (lender) atas pinjamannya adalah riba. Berdasarkan pandangan ini setiap peningkatan dalam pinjaman yang menambah perolehan pemberi pinjaman (kreditur) termasuk riba. Dengan mengikuti interpretasi ini, bank-bank Islam tidak boleh menerima setiap modal yang hasilnya telah ditentukan terlebih dahulu (pre-determined return) dalam bentuk pinjaman transaksi.
  1. Gerakan Revivalis Islam
Gerakan kebangkitan Islam (Islamic revivalism), dapat dikatakan juga sebagai “tajidid”, merupakan sebuah proses pembaharuan yang dilakukan oleh sekelompok umat Islam untuk menghidupkan kembali semua struktur sosial, moral dan agama kepada dasar aslinya, yaitu al-Qur’an dan sunnah. Selama abad XIX dan XX M, gerakan kebangkitan islam (Islamic Revivalism) mulai muncul di dunia Islam. Gerakan ini berusaha melawan kejumudan dalam pemahaman agama dan kemerosotan moral yang melanda seluruh masyarakat muslim.
Gerakan kebangkitan Islam pada periode ini memiliki karakter sebagai berikut:
1.      Memusatkan perhatian mendalam terhadap permasalahan social dan kemerosotan moral masyarakat muslim
2.      Memurnikan kembali ajaran islam dan meninggalkan sikap berkhayal yang ditanamkan oleh para sufi
3.      Berusaha melakukan “Ijtihad” dengan memikirkan dan menginterprestasikan kembali maksud syara’ dengan membuang jauh-jauh anggapan tentang tertutupnya pintu “Ijtihad”.

Gerakan kebangkitan Islam (Islamic Revivalism) pada masa ini berpengaruh terhadap munculnya beberapa gerakan berikutnya, diantaranya adalah gerakan modernis (modernism) dan gerakan neo-Revivalis (neo-revivalism).


  1. Gerakan Modernis
Pada umumnya, gerakan modernis (modernism) muncul pada paruh kedua abad XIX M. Gerakan ini menekankan akan pentingnya melakukan penyegaran pemikiran islam dengan cara membangkitkan kembali gelombang ijtihad yang digunakan sebagai sarana untuk memperoleh ide-ide yang relevan dari al-quran dan sunnah. Dan juga berusaha memformulasikan kebutuhan hukum berdasarkan pada prinsip ini. Para modernis mengkritisi apa yang disebut “atomistic”. Hal ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh aturan-aturan hukum secara langsung dari al-quran dengan mengesampingkan keputusan dari para ulama klasik, dalam pengertian secara umum. Al-Quran menurut para modernis merupakan sebuah fenomena yang terdapat dalam lintas sorotan sejarah dan juga melatarbelakangi setting sosial-historis tertentu. Para modernis dalam memahami sebuah fenomena tertentu selalu memperhatikan situasi dan kondisi yang melatarbelakangi munculnya fenomena tersebut, baik dari segi moral, agama, maupun setting sosial-historis dalam menjawab berbagai problematika kehidupan.
Adapun yang menjadi karakteristik dan ciri dari gerakan modernis (modernism) adalah sebagai berikut:
1.      Selektif dalam menggunakan sunnah
2.      Mengembangkan pola berpikir yang sistematis dengan menghilangkan anggapan yang memutuskan tentang berakhirnya aktivitas hasil berpikir
3.      Membuat perbedaan antara syari’ah dan fiqh
4.      Menghindari paham yang menonjolkan sektarian
5.      Mengubah karakteristik metodelogi berpikir namun tidak perlu menyentuh aspek hukum mazhab klasik.

  1. Gerakan Neo-Revivalism 
Gerakan ini tumbuh tepatnya mulai paruh pertama abad XX M yang merupakan kelanjutan dari gerakan kebangkitan islam (islmaic revivalism) yang muncul pada abad XIX dan permulaan abad XX M. Munculnya gerakan neo-Revivalis sebagai reaksi terhadap gelombang sekulerisasi yang melanda dunia islam. Gerakan ini memfokuskan perhatiannya untuk menghadapi berbagai permasalahn penting yang sedang menggerogoti kehidupan umat islam, khususnya mengenai sikap perlawanannya terhadap “westernisasi” yang sedang melanda komunitas muslim. Mereka membentengi diri dengan menempatkan islam sebagai way of life dan menolak upaya menginterpretasikan kembali al-quran atau sunnah. Gerakan neo-Revivalis berkembang di Mesir dan sebagaian di India, yaitu Ikhwanul Muslimin (The Muslim Brotherhood ) didirikan oleh seorang aktifis dan pembaharu kebangsaan Mesir Hasan al-Banna (w. 1949) dan jam’iyat al-Islam(Islamic Party) didirikan oleh sarjana Pakistan Abu A’la Mawdudi (w. 1979) ini tidak berarti kehadiran neo-Revivalis sebagai sebuah gerakan hanya memunculkan dua bentuk gerakan tersebut.
Gerakan neo-Revivalis merupakan sebuah gerakan yang ingin mengangkat relevansi ajaran islam dalam kehidupan masyarakat pada saat ini, serta berusaha menunjukan kekuatan islam di mata dunia barat. Gerakan ini memandang kebudayaan barat dengan tanggapan yang negatif dan menuduhnya sebagai penyebab kemerosotan moral, gaya hidup materialistis, serta sumber munculnya paham Atheis-Komunis. Gerakan neo-Revivalis menentang lebudayaan barat yang sebenarnya telah diambang keruntuhan. Oleh karena itu, tidak ada alasan apapun bagi umat islam untuk menolak menjadikanajaran islam sebagai nilai, ideologi, serta sebagai sistem hidup. Ajaran islam sebenarnya merupakan agama yang berasal dari Tuhan dan dilandasi sebuah kebudayaan yang brilian dan mampu menjawab semua tantangan zaman. Menurut pandangan mereka, islam telah membekali diri dengan muatan religius dari ajaran-ajarannyayang luhur dan mampu mempertahankan moral sebagai bagian dari identitas muslim.
Baik Ikhwanul Muslimi maupun Jam’iyat islam menegaskan bahwasannya dalam membina masyarakat harus dilandasi dengan dasar al-Quran dan sunnah nabi, sebagaimana yang diterangkan oleh Hasan al-Banna (1978), Mawdudi (1986,1988) dan Muhammad qutb (1965) dan Abdul al-Qadir ‘Awda (1967), yang menerangkan tentang pentingnya berpegang pada nilai dan prinsip hukum yang terkandung dalam al-Quran dan sunnah untuk dijunjung tinggi dalam semua aspek kehidupan, baik bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan maupunadministrasi institusional. Menurut seorang ilmuwann dan pengamat sosial yang bernama Candra Musaffar, “landasan hidup ini sebagaimana yang secara eksplisit telah disebutkan dalam al-Quran dan sunnah secara kaffah mengataur jalan kehidupan dengan segala kesucian dan kemurnianNya tan[a harus dicampuri oleh penafsiran buku yang dilakukan dengan mempertimbangkan waktu dan keadaan.
Kehadiran gerakan modernis dan gerakan neo-Rvivalis tersebut sebenarnya telah menghiasi bentuk pemikiran islam dalam lintas sejarah modern, dimana gerakan noe-Revivalis telah berpengaruh besar terhadap perkembangan teori perbankan islam. Teori ini telah berkembang secara lurus ke dalam ruang lingkup seputar masalah perbankan dan keuangan yang diambil berdasarkan penafsiran tradisional tentang riba.

  1. Perkembangan Bank-Bank Islam
Sejak pertengahan tahun 1970-an, bank-bank Islam berkembang sangat pesat. Bank-bank ini tidak hanya didirikan di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Mesir, Yordania, Sudan, Bahrain, Kuwait, Uni Emirat Arab, Tunisia, Mauritania, dan Malaysia. Tetapi juga berdiri di negara seperti Inggris, Denmark, clan Philipina yang pemeluk Islamnya minoritas. Pada Bank Islam Internasional dan Bank Pembangunan Islam pemegang sahamnya adalah beberapa negara OKI, yang sekaligus bertindak sebagai sponsor perbankan Islam dan pembiayaan lebih luas di dunia Islam, yang pada tahun 1980-an turut mendukung Pakistan dan Iran untuk mentransformasikan sistem keuangan mereka dengan sistem bebas bunga.
Sejak eksperimen pertama pendirian bank Islam oleh Mit Ghamr pada tahun I960-an, bank-bank Islam mulai banyak berdiri, di samping itu keberadaannya juga didukung oleh kekayaan minyak di kawasan Teluk. Perkembangan bank-bank Islam mulai meningkat tajam​ setelah awal bardirinya pada tahun 1960-an. Dari hanya satu bank pada awal tahun 1970an, meningkat menjadi sembilan pada tahun 1980. Di antaranya adalah Bank Sosial Nasser (1971), Bank Pembangunan Islam (1975), Bank Islam Dubai (1975), Bank Islam Faisal Mesir (1977), Bank Islam Faisal Sudan (1977), Lembaga Keuangan Kuwait (1977), Bank Islam Bahrain (1979), clan Bank Islam Internasional dalam investasi dan pembangunan (1 980). Antara tahun 1981-1985, sekitar 24 bank Islam dan lembaga keuangan lainnya telah didirikan di Qatar, Sudan, Bahrain, Malaysia, Bangladesh, Senegal, Guinea, Denmark, Selandia Bani, Turki, lnggris, Yordania, Tunisia, dan Mauritania. Kebanyakan bank-bank Islam maupun lembaga-lembaga keuangan berdiri hampir di seluruh negara muslim. Di samping itu, di negara-negara non muslim yang jumlah umat Islamnya minoritas, seperti Amerika Serikat atau Australia, mereka berusaha mendirikan Lembaga Keuangan Islam.
Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya bank-bank Islam yang muncul antara tahun 1960-an dan 1970-an. Di antara faktor yang penting adalah sebagai berikut: (i) upaya neo-Revivalis dalam memahami hukum tentang bunga sebagai riba; (ii) adanya kekayaan negara akan minyak yang melimpah; (iii) penerimaan terhadap interpretasi tradisional tentang riba untuk dipraktekkan oleh beberapa negara muslim sebagai bentuk kebijaksanaannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Modal Ventura

etika pasar bebas

Perencanaan SDM