asuransi syariah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada prinsipnya, praktik asuransi syariah berjalan seirama dengan perkembangan zaman. Di Indonesia pun sejak awal 90an telah juga berdiri perusahaan yang bergerak di bidang asuransi yang dalam operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah dengan jalan menghindari hal-hal yang diharamkan dalam syariat islam seperti transakasi “gharar” (ketidakjelasan), “maisir” (perjudian) dan riba. Pada asuransi syariah, perjanjian yang terjadi adalah perjanjian tolong-menolong bukan perjanjian tukar-menukar. Negara- syariah menarik perhatian banyak kalangan, baik dari negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim maupun dari negara yang penduduk muslimnya minoritas, asuransi syariah berpotensi untuk dapat berkembang pesat dilihat dari seperampat negara-negara di dunia adalah negara-negara berpenduduk muslim dan diantaranya terdapat negara-negara kaya. Terdapat kontroversi dan perbedaan pendapat para ulama yang membolehkan dan mengharamkan asuransi.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana pengertian dari asuransi syariah, landasan hukum, asal-usul asuransi syariah, produk dan akad asuransi syariah

C.    Tujuan
Bisa menjelaskan dan mengetahui apa yang dimaksud dengan asuransi syariah, , landasan hukum, asal-usul asuransi syariah, produk dan akad asuransi syariah


D.    Metodologi
Dalam penyusunan makalah ini metode penelitian yang digunakan secara kepustakaan yaitu dengan pengambilan data dari berbagai sumber.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi syariah dalam bahasa arab diterjemahkan dalam beberapa istilah, yaitu ta’min, takaful, atau tadhamun. Di Indonesia sendiri, asuransi islam sering dikenal dengan istilah takaful. Kata takaful berasal dari takafala yatakafalu yang berarti menjamin atau saling menanggung [1]. Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah, ta’min adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang pihak penanggung melibatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pantas. [2]
Dewan Syariah Nasional pada atahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi syariah. Dalam fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 bagian pertama mengenai ketentuan umum angka 1 disebutkan pengertian asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Adapun menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang pengasuransian ialah asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang timbul dari suatu peristiwa. [3]

B.     Asal-usul Asuransi syariah
Asal-usul Asuransi syariah berbeda dengan sejarah asuransi konvensional, praktik asuransi syariah saai ini di Indonesia berasal dari budaya suku Arab sebelum zaman Rasulullah yang disebut dengan Aqilah, menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of Islam seperti yang dikutip oleh Agus Haryadi, menerangkan bahwa jika salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, kwluarga korban akan dibayar sejumlah uang darah(diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut bisa disebut aqilah.
Al-Aqilah adalah saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku yang lain, maka ahli waris korban akan dibayar dengan uang darah lalu mereka mengumpulkan dana yang diperuntukkan membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan yang tidak sengaja.
praktik aqilah di zaman Rasulullah tetap diterima oleh masyarakat Islam dan menjadi bagian dari hukum islam. Aqilah merupakan praktik yang biasa terjadi pada suku Arab kuno. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain, maka ahli waris korban akan memperoleh bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan keluarga pembunuh. Penutupan yang dilakukan oleh keluarga pembunuh itulah yang disebut sebagai aqilah.
Berdasarkan iraian diatas, yang kemudian diformulasi berdasarkan prinsip syariah sehinggan menjadi asuransi syariah. Karena itu, yang tampak dalam dalam praktik asuransi syariah adalah pengembangan prinsip tolong- menolong melalui dana tabarru’. [4]
C.     Landasan Hukum Asuransi Islam
Landasan asuransi yang dipakai asuransi islam terdiri dari landasan asuransi islam dan landasan yuridis (hukum)
1.      Landasan Syariah
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa hukum-hukum muamalat adalah bersifat terbuka, artinya Allah SWT. Dalam Al-Quran hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya terbuka bagi mujtahid untuk mengembangkan melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan al- Quran dan al-Hadist.
Selain bersifat terbuka, para ulama dan fuqaha (ahli fiqh) dalam menetapkan hukum dalam menyangkut masalah-masalah syariah, selalu mendasarkan ketetapan dengan suatu prinsip pokok bahwa “segala sesuatu asalnya mubah (boleh). Selagi tidak ada nash yang tegas dan sah dari syariat yang mengharamkannya.
Adapun landasan islam dalam operasional asuransi islam pada dasarnya ada dua macam yaitu: (1) sumber ” tekstual” atau sumber tertulis dan (2) sumber “non tekstual” atau sumber tak tertulis. Seperti istishan dan qiyas [5]
2.      Landasan Yuridis, Huku, Operasional, dan Prinsip Dasar Asuransi Islam.
Peraturan tentang asuransi islam masih menginduk ke peraturan perundang-undangan tentang perasuransian secara umum di Indonesia antara lain diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian dan peraturan pemerintah No. 63 tahun 1999 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 73 tahun 1999 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.
Adapun peraturan yang secara tegas menjelaskan tentang asuransi islam baru pada surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan imvestasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah.
Selain itu peraturan pemerintah tentang asuransi islam antara lain diatur dalam :
a.       Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 421/KMK.06/2003 tentang penilaian Kemampuan dan Keputusan bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian.
b.      Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usahan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi.
c.       Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.423/KMK.06/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
d.      Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
e.       Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 425/KMK.06/2003 tentang Perizinan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
f.       Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan [6]Reasuransi.
Prinsip- prinsip Dasar Asuransi  Islam
Asuransi islam merupakan bagian dari ekonomi islam, merupakan salah satu aspek dari sistem islam yang tentunya memiliki nilai dasar atau prinsip-prinsip yang sesuai dengan nilai-nilai illahiyah dalam pelaksanaan opersionalnya. Adapun prinsip asuransi secara umum antara lain:
1.      Prinsip insurable interest (prinsip kepentingan)
Adalah hak atau adanya hubungan dengan persoalan pokok dari perjanjian. Tanpa insurable interest, maka suatu perjanjian akan merupakan perjanjian taruhan atau perjanjian perjudian dan dapat menimbulkan niat jahat untuk menyebabkan terjadinya kerugian dengan tujuanmemperoleh keuntungan. Dengan kata lain, jika kepnetingan itu tidak ada, maka harus dikategorikan sebagai perjudian.

2.      Prinsip utmost goodfaith (prinsip kejujuran)
Dalam perjanjian asuransi, unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung itu sangat penting. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan memberikan segala keterangan dengan benar. Dilain pihak tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya adalah iktikad baik.
3.      Prinsip idemnity
Adalah kompensasi keuangan yang eksak, cukup untuk mengembalikan tertanggung pada posisi keuangan sesaat sebelum kerugian terjadi. Bertujuan memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh tertanggung yang disebabkan oleh bahaya sebagaimana ditentukan dalam polis. Bentuk idemnity, yaitu cash, repair, replacement, dan reinstatement.
Prinsip ganti rugi atau idemnity hanya berlaku bagi asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang. Dan dalam hal ini tidak berlaku bagi kontrak asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan.
4.      Prinsip proximate cause
 Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan dan intervensi kekuatan lain, diawali dengan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen.
5.      Prinsip subrogation
Merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian. Subrogasi mempunyai tujuan mencegah tertanggung mendapat ganti rugi yang kerugian melebihi (dobel /2 pergantian dari perusahaan asuransi dan pihak yang menyebabkan kerusakan) yang dideritanya.
6.      Prinsip contribution
Menurut sudut pandang asuransi terbagi menjadi dua yaitu sudut pandang penanggung (perusahaan asuransi) dan sudut pandang tertanggung ( pemegang polis)
Untuk sudut pandang penanggung contribution suatu prinsip dimana penanggung berjak mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing-masing penanggung berbeda.
      Adapun menurut sudut pandang tertanggung, kontribusi adalah suatu bentuk kerja sama mutual dimana tiap-tiap peserta memberikan kontribusi dana kepada suatu perusahaan dan peserta tersebut berhak memperoleh kompensasi atas kontribusinya tersebut berdasarkan besarnya saham (premi) yang ia miliki. [7]

D.    Akad Asuransi Islam
Akad dalam asuransi syariah takaful menurut ahmad salim terbagi kepada tiga bagian seperti yang dikutip oleh jafril khalil, yaitu :
1.      Asuransi konvensional
Hal seperti ini mempunyai akad muawwadah yang mengandung unsur gharar. Ta’min tijari ini mengandung unsur riba nasyiah dan fadhl, ia juga mengandung maysir dan memakan harta sesama manusia dengan cara yang batil.
2.      Ta’min ta’awuni al-basit
Ta’min dimaksud, dihalalkan oleh ketentuan syariah islam. Sebab, ia bersifat tolong menolong, yaitu peserta memberikan sebagian hartanya tanpa ditentukan jumlahnya untuk kepentingan orang yang menjadi peserta atau bukan peserta dan sifatnya bukan dalam jumlah yang besar, hal ini bisa diatur dengan manajemen yang rapi dan boleh juga dilaksanakan tanpa manajemen yang baik. Prinsip ini dijalankan adalah ta’awun atau tabarru’ dengan akad hibah atau sedekah.
3.      Ta’min ta’awuni murakkab
Secara prinsip hampir sama dengan ta’min jenis kedua tetapi dalam jumlah yang banyak dan dikendalikan oleh perusahaan dengan manajemen yang rapi dan berbadan hukum.
Akad-akad investasi bagi hasil yang dapat diaplikasikan pada produk asuransi dan lembaga keuangan syariah lainnya akan diuraikan sebagai berikut :
1.      Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik modal (shahibul mal ) dengan pelaksana proyek (mudharib), dengan keuntungan akan dibagi antara kedua pihak sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan yang dibuat oleh kedua pihak atau lebih.
Mudharabah yang diuraikan terbagi menjadi dua bagian yaitu (1) mudharabah muthlaqah, yaitu perjanjian kerja sama antara shahibul mal dan mudharib tidak dibatasi oleh spesifikasi usaha, tempat, dan waktu selagi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam,(2) mudharabah muqayyadah, yaitu usaha kerja sama yang dalam perjanjiannya akan dibatasi oleh kehendak shahibul mal, selagi dalam bentuk-bentuk yang dihalalkan oleh hukum islam.
2.      Al-Musyarakah
Adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dalam suatu usaha tertentu, yaitu masing-masing pihak akan memberikan kontribusi berdasarkan kesepakatan.
Musyarakah terbagi menjadi 2 yaitu syarikah muawwadah, yaitu pemilik modal secara bersama-sama berkontribusi dalam modal dan manajemen. Dan syarikah al-inan, yaitu tidak semua kontributir modal mesti melibatkan diri dalam manajemen.
3.      Wadhi’ah
Wadhi’ah pada dasarnya adalah berfungsi untuk penitipan barang saja, karena pada zaman rasulalloh tujuan-tujuan wadhi’ah hanya demikian, tetapi tetap ada kasus yang membolehkan dana titipan diinvestasikan berdasarkan ketentuan bahwa dana yang digunakan sebagai wadhi’ah dikembalikan seutuhnya kepada pemilik.


4.      Al-Muzara’ah
Adalah akad yang dilakukan antara pemilik lahan dan penggarap untuk melaksanakan semua aktivitas pertanian, seluruh modal dari pemilik lahan atau pemodal, petani hanya menggarap saja sampai berhasil, keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan pemodal dan penggarap.
5.      Akad-akad jual beli
a.       Bai’ al-Murabahah
Adalah jual beli sesuatu barang sesuai dengan harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati berdasarkan pertimbangan bahwa keuntungan yang tidak terlalu membebankan kepada calon pembeli. Pembelian juga boleh dilakukan dengan cara pemesanan barang terlebih dahulu.
b.      Bai’ as-Salam
Adalah suatu kontrak antara penjual dan pembeli, yaitu pembeli terlebih dahulu membayar harga sesuatu barang, sedangkan penyerahan barangny dikemudiankan.
c.       Bai’ al-Istishna
Adalah suatu kontrak jual beli dengan cara pesanan. Pembeli melakukan transaksi dengan seseorang untuk membeli sesuatu barang, penjual akan membuatkannya atau memesankan kepada pabrik menurut spesifikasi yang dikehendaki, pembayarannya boleh tunai dan boleh juga dengan cicilan sesuai dengan persetujuan.
6.      Ijarah
Adalah akad untuk pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan.
7.      Jasa
a.       Al-wakalah
Adalah penyerahan atau pemberian mandat. Selain itu, dalam bahasa arab biasa juga disebut tafwidh. Tafwidh adalah menyerahkan sesuatu urusan kepada orang lain yang ada sehingga mengandung hal-hal yang harus diwakilkan.
b.      Al-kafalah
Adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah merupakan pengalihan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
c.       Al-hawalah
Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
d.      Ar-Rahn
Adalah seseorang yang meminjam harta orang lain dengan memberikan sesuatu barang miliknya yang mempunyai nilai ekonomi, seandainya terjadi kegagalan dalam pembayaran maka orang yang meminjamkan hartanya dapat memiliki barang tersebut.
e.       Qardh  Hasan
Adalah meminjamkan harta kepada seseorang tanpa mengharapkan imbalan sehinnga biasa juga disebut akad tathawu atau saling bantu-membantu.[8]

E.     Produk Asuransi Islam
Adapun beberapa produk asuransi islam yang sudah ada di Indonesia diantaranya adalah :
1.      Produk Tabungan
Produk tabungan dapat digunakan sebagai sarana investasi, juga dapat digunakan sebagai tabungan untuk keperluan naik haji, atau juga untuk kepentingan pendidikan. Rata-rata manfaat yang akan diterima oleh para pemegang polis asuransi islam untuk produk ini adalah penyetoran dana rekening tabungn, baik pemegang polis masih hidup dalam masa perjanjian atau mengundurkan diri sebelum masa perjanjian berakhir. Adapun bila pemegang polis asuransi islam produk tabungan meninggal dunia dalam masa perjanjian asuransi , maka pihak ahli warisnya juga akan memperoleh bagian keuntungan atas hasil investasi dana rekening tabungan dengan menggunakan prinsip mudharabah serta selisih dari rencana awal menabung serta premi yang sudah dibayarkan.
Produk tabungan dapat digunakan sebagai sarana investasi

2.      Produk asuransi islam bukan tabungan.
Program ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu santunan yang dapat diberikan kepada ahli waris nasabah asuransi islam yang mengalami kematian dalam masa perjanjian asuransi atau biasa disebut dengan al- khairat, santunan bagi ahli waris bila nasabah wafat karena kecelakaan dalam masa perjanjian dan juga dana asuransi untuk kepentingan kesehatan
3.      Produk asuransi islam bukan tabungan untuk kepentingan umum[9]

F.      Perbandingan Antara Asuransi Islam dan Asuransi Konvensional
Konsep asuransi islam berbeda dengan konsep asuransi konvensial. Dengan perbedaan konsep ini, tentunya akan memengaruhi operasionalnya yang dilaksanakan akan berbeda satu dengan lainnya. Berikut adalah perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional yang dikemukakan oleh Muhammad Syakir Sula :

No
Prinsip
Asuransi Konvensional
Asuransi Syariah
1.
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ .
2.
Sumber Hukum
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami dan contoh sebelumnya.
Bersumber dari wahyu illahi. Sumber hukum dalam syariah islam adalah al-Quran, sunnah, ijma’, fatwa.
3.
“Maghrib” (Maisir, gharar, dan riba)
Tidak selaras dengan syariah islam karena adanya maisir, gharar, dan riba hal yang diharamkan dalam muamalah. 
Bersih dari adanya praktik maisir, gharar, dan riba.
4.
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
Tidak ada, sehingga dalam banyak praktiknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’.
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
5.
Akad
Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharra, dan akad mulzim).
Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dsb).
6.
Jaminan/ risk (resiko)
Transfer of risk, dimana terjadi transfer risiko dari tertanggung kepada penanggung.
Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya.
7.
Kepeemilikan dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan ke mana saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shohibul mal) asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
8.
Keuntungan (profit)
Keuntungan yang diperoleh dari surplus, underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Profisut yang diperoleh dari surplus, underwriting, komisi reasuransin dan hasil investasi  seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta.

G.    Perbedaan Pendapat Tentang Asuransi
Bila dilihat bisnis asuransi pada umumnya, mengingat praktik asuransi yang terjadi sekarang ini adalah nerupakan hasil dari proses perkembangan zaman yang diawali oleh kebutuhan akan penanggulangan resiko dengan jalan kesepakatan mengalihkan resiko ke pihak lain yang menyanggupi untuk menanggung resiko tersebut. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktik hukum dari asuransi. Secara garis besar, kontroversi pendapat ulama terhadap masalah ini dapat dipilih menjadi dua kelompok besar, yaitu ulama yang mengharamkan asuransi dan ulama yang membolehkan asuransi. Masing-masing kelompok ini mempunyai hujjah (dasar hukum) dan memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap pendapat yang disampaikannya.
Alasan utama pengharaman asuransi menurut masjfuk, yaitu premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktik riba.[10]
Dalam literatur lain, Warkum Sumitro menuliskan beberapa alasan dari kelompok yang mengharamkan asuransi dengan berbagai alasan, sebagai berikut :
1.      Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang di dalam islam.
2.      Asuransi mengandung unsur ketidakpastian.
3.      Asuansi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam
4.      Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak secara tunai.
5.      Asuransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
6.      Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.
Mahdi Hasan (Mufti Deoband Saharanpur India), melarang praktik asuransi dikarenakan: (a) asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara dua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.; (b) asuransi juga adalah perjudian, karena ada penggatungan kepemilikan pada munculnya risiko; (c) asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karena perusahaan asuransi, meskipun milik negara, juga merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba; (d) dalam asuransi jiwa juga ada unsur penyuapan (risywah) karena kompensasi didalamnya adalah untuk sesuatu yang tidak dapat dinilai. [11]
Sedangkan para ulama yang membolehkan praktik asuransi dengan argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut Fathurrahman Djamil adalah sebagai berikut : (a) tidak terdapat nash al-Quran atau Hadits yang melarang asuransi; (b) dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak; (c) asuransi menguntungkan kedua belah pihak; (d) asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan; (e) asuransi termasuk alad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi; (f) asurnsi termasuk syirkah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong.
















KESIMPULAN
Asuransi syariah dalam bahasa arab diterjemahkan dalam beberapa istilah, yaitu ta’min, takaful, atau tadhamun. Di Indonesia sendiri, asuransi islam sering dikenal dengan istilah takaful. Kata takaful berasal dari takafala yatakafalu yang berarti menjamin atau saling menanggung. menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang pengasuransian ialah asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang timbul dari suatu peristiwa.
Asuransi syariah  berbeda dengan asuransi asuransi konvensional. Perbedaan paling mendasar antara asuransi islam dengan asuransi konvensional terutama terletak ta’awun (tanggung menanggung) yang menjadi tulang punggung bagi asuransi syariah dibandingkan dengan asuransi konvensional yang lebih mendasarkan pengalihan risiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Asuransi syariah memiliki produk dan berbagai akad diantaranya adalah produk tabungan, produk asuransi islam bukan tabungan, dan produk asuransi islam bukan tabungan untuk kepentingan umum.














DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, Muhaimin. 2005. Asuransi Umum Syariah dalam praktik. Cet. 1. Jakarta: Gema Insani.
Wirdyaningsih.  2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Kencana.
Mardani. 2014. Hukum Bisnis Syariah. Cet. 1. Jakarta: Kencana
Huda, Nurul dan Heykal, Mohamad.2010. Lembaaga Keuangan Islam. Cet. 1. Jakarta: Kencana
Ali, Zainuddin.2008. Hukum Asuransi Syariah. Cet. 1. Jakarta : Sinar Grafika.


[1] Wirdyaningsih.bank dan asuransi islam di indonesia.kencana.jakarta:2005.hal.223
[2] Mardani.hukum bisnis syariah. Prenadamedia group.jakarta:2014. Hal. 197
[3] Nurul Huda dan Mohamad Heykal.Lembaga Keuangan Islam: tinjauan teoritis dan praktis.Kencana.Jakarta:2010. Hal. 151
[4] Zainuddin Ali.Hukum Asuransi Syariah.Sinar Grafika. Jakarta:2008. Hal. 9-11
[5] Nurul Huda dan Mohamad Heykal.Lembaga Keuangan Islam: tinjauan teoritis dan praktis.Kencana.Jakarta:2010. Hal.158-159
[6] Nurul Huda dan Mohamad Heykal.Lembaga Keuangan Islam: tinjauan teoritis dan praktis.Kencana.Jakarta:2010. Hal.170-171
[7] Nurul Huda dan Mohamad Heykal.Lembaga Keuangan Islam: tinjauan teoritis dan praktis.Kencana.Jakarta:2010. Hal. 174-178
[8] Zainuddin Ali.Hukum Asuransi Syariah.Sinar Grafika. Jakarta:2008. Hal.44-48
[9] Nurul Huda dan Mohamad Heykal.Lembaga Keuangan Islam: tinjauan teoritis dan praktis.Kencana.Jakarta:2010. Hal. 182-183
[10]Wirdyaningsih.bank dan asuransi islam di indonesia.kencana.jakarta:2005.hal. 247
[11] Wirdyaningsih.bank dan asuransi islam di indonesia.kencana.jakarta:2005.hal. 248-249 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Modal Ventura

etika pasar bebas

Perencanaan SDM